MAKALAH
EKONOMI
INTERNASIONAL
TEORI
PERDAGANGAN INTERNASIONAL
“CURRENT
THEORY OF INTERNATIONAL TRADE”
Dosen
Pengampu:
(Laili
Hurriati, M.E)
DISUSUN OLEH: KELOMPOK IV
1.
Rika
Ulfa (170501253)
2.
Nurma
Hidayatul Hasanah (170501277)
3.
Ahmad
Madani (170501284)
JURUSAN EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yag Maha Esa, sehingga makalah
Teori-Teori Perdaganagan Internasional Current Theory Of International Trade Ini dapat diselesaikan
dengan baik. Walaupun dibutuhkan waktu cukup lama untuk menyusunnya. Karena
berkat rahmat dan hidayahNya lah kami dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Ekonomi Internasional ini yang membahas tentang Teori-Teori Perdaganagan
Internasional Current Theory Of International Trade.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi
Internasional. Sebagai bahan penyusunan, penyusun mempelajari dari internet yang mendukung penyusunan ini, serta
buku-buku Ekonomi Internasional sebagai sumber lainnya. Penyusun menyadari
bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari semua pihak, penyusunan tugas ini tidak
akan berjalan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, izinkanlah penyusun
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu mohon kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan dimasa yang akan datang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi penyusun
khususnya dan bagi para pembaca yang berminat pada umumnya.
Mataram, 9 Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................... ....................i
DAFTAR ISI..................................................................................... ....................ii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................... ....................1
A.
LatarBelakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................... ...................1
BAB II: PEMBAHASAN................................................................ ................... 2
A. Pengertian tori perdagangan internasional...........................................2
B.
Siklus Hidup Produk Theory.................................................................2
C.
Teori Keunggulan Kompetitif Nasional Porter.....................................6
D.
Teori Hyper Competitive......................................................................10
E.
Teori Rivalitas Strategis Global...........................................................12
BAB III: PENUTUP............................................................................................ 13
A. Kesimpulan...................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Perkembangan
ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling
ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya
strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor. Di satu pihak hal itu merupakan
tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan
peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan
nasional.
Fenomena-fenomena
perdagangan internasional memicu pada semakin berkembangnya teori-teori
perdagangan internasional sebagai bagian dalam bisnis internasional.
Perdagangan internasional terjadi sebagai dampak keterbatasan setiap negara
untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, seperti keterbatasan faktor produksi,
teknologi, masalah nilai tukar ataupun efisiensi produksi. Dengan demikian
terdapat beberapa teori perdagangan internasional yang menjelaskan bagaimana
proses perdagangan internasional tersebut dapat terjadi serta masalah-masalah
kompleks yang ada di dalamnya.
- Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tori perdagangan internasional?
2. Bagaimana Siklus
Hidup Produk Theory (international product life
cycle (IPLC) Theory)?
3. Bagaimana Teori Keunggulan Kompetitif Nasional Porter?
4. Bagaimana Teori
Hyper Competitive?
5. Bagaimana Teori Rivalitas Strategis Global?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengertian
Teori Perdagangan Internasional
Teori
perdagangan internasional hanyalah teori yang berbeda untuk menjelaskan
perdagangan internasional. Perdagangan adalah konsep pertukaran barang dan
jasa antara dua orang atau lebih. Perdagangan internasional kemudian merupakan konsep
pertukaran ini antara orang atau entitas di dua negara yang berbeda.
Teori
perdagangan internasional adalah teori yang menjelaskan arah dan komposisi
perdagangan antar negara serta bagaimana efeknya terhadap perekonomian suatu
negara. Disamping itu, teori perdagangan internasional juga dapat
menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dari adanya keuntungan perdagangan (gain
from trade). Teori yang menjelaskan tentang perdagangan internasional
pada dasarnya dibagi atas tiga kelompok besar, yaitu: teori praklasik
merkantilis, Teori Klasik, dan teori modern.
Perdagangan
internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara
dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang
dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan
individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak Negara.[1]
- Siklus Hidup Produk Theory
(international product life cycle (IPLC) Theory)
Raymond
Vernon, seorang profesor Harvard Business School, mengembangkan teori
siklus hidup produk teori di tahun 1960an. Teori, yang berasal
dari bidang pemasaran, menyatakan bahwa siklus hidup produk memiliki tiga tahap
yang berbeda: (1) produk baru, (2) produk jatuh tempo, dan (3) produk
standar. Teori tersebut berasumsi bahwa produksi produk baru akan terjadi
sepenuhnya di negara asal dari inovasinya. Pada 1960-an, ini adalah teori
yang berguna untuk menjelaskan keberhasilan manufaktur Amerika
Serikat. Manufaktur AS adalah produsen dominan global di banyak industri
setelah Perang Dunia II.
Ini
juga telah digunakan untuk menggambarkan bagaimana komputer pribadi (PC)
melalui siklus produknya. PC adalah produk baru pada tahun 1970 dan
berkembang menjadi produk dewasa selama tahun 1980-an dan 1990-an. Saat
ini, PC sedang dalam tahap produk standar, dan sebagian besar proses manufaktur
dan produksi dilakukan di negara-negara berbiaya rendah di Asia dan Meksiko.
Teori
siklus hidup produk kurang mampu menjelaskan pola perdagangan saat ini di mana
inovasi dan manufaktur terjadi di seluruh dunia. Misalnya, perusahaan
global bahkan melakukan penelitian dan pengembangan di pasar berkembang di mana
tenaga kerja dan fasilitas yang sangat terampil biasanya lebih
murah. Meskipun penelitian dan pengembangan biasanya terkait dengan tahap
produk pertama atau baru dan karena itu diselesaikan di negara asal,
negara-negara berkembang atau pasar berkembang, seperti India dan Cina,
menawarkan tenaga kerja terampil dan fasilitas penelitian baru dengan biaya
besar keuntungan \ penarikan akhir nya
yang terbagi ke dalam beberapa tahapan
atau fase.
Daur hidup produk–periode (product’s
life cycle – period) pada umumnya terdiri dari lima tahapan utama:
Pengembangan produk, pengenalan produk, Pertumbuhan produk, Kedewasaan produk
dan akhirnya Kemunduran produk. Tahap ini dapat dibagi ke dalam beberapa yang
lebih kecil tergantung pada produk dan harus dipertimbangkan ketika suatu
produksi baru hendak diperkenalkan ke dalam suatu pasar karena mereka mendikte
capaian penjualan produk.
1.
Product Development
Phase (Tahap Pengembangan Produk)
Tahap pengembangan produk dimulai ketika
perusahaan menemukan dan mengembangkan suatu gagasan produk baru. Hal ini
melibatkan menerjemahankan berbagai informasi dan membentuknya ke dalam suatu
produk baru. Suatu produk pada umumnya mengalami beberapa perubahan yang
membutuhkan banyak waktu dan uang selama pengembangan, sebelum ditunjukkan ke
target pelanggan melalui pengujian pasar. Produk yang survive dari pengujian
pasar kemudian diperkenalkan ke pasar riil dan tahap pengenalan dari produk tersebut
dimulai.
2. Introduction
Phase (Tahap Pengenalan Produk)
Tahap pengenalan suatu produk meliputi
peluncuran produk beserta persyaratan untuk diluncurkan sedemikian rupa
sehingga akan mempunyai dampak maksimum pada saat penjualan. Contoh peluncuran
yang baik adalah peluncuran Windows XP" oleh Microsoft Co.
Periode ini dapat diuraikan sebagai
pengeluaran sejumlah uang banyak bila dibandingkan pada tahap kedewasaan suatu
produk. Pembelanjaan besar pada iklan dan promosi merupakan hal yang umum, dan
cepat tetapi mahalnya persyaratan layanan mulai diperkenalkan. Perusahaan harus
siap untuk membelanjakan banyak uang dan mendapatkannya kembali hanya dalam
proporsi kecil. Pada tahap distribusi ini pengaturan diperkenalkan. Mendapati
produk di dalam setiap counter sangat penting dan dianggap sebagai suatu
tantangan yang mustahil. Beberapa perusahaan menghindari tekanan ini dengan
merekrut kontraktor eksternal atau outsourcing keseluruhan pengaturan
distribusi. Hal ini memiliki manfaat pengujian suatu alat pemasaran penting
seperti outsourcing.
3. Growth
Phase (Tahap Pertumbuhan Produk)
Tahap pertumbuhan menawarkan kepuasan
untuk melihat produk memiliki tempat di pasar. Ini menjadi waktu yang tepat
untuk memusatkan pada peningkatan pangsa pasar. Jika produk telah diperkenalkan
pertama ke dalam pasar, (pengenalan ke pada pasar yang " virgin" atau
pada pasar yang sudah ada) maka produk tersebut sanggup memperoleh pangsa pasar
yang relatif mudah. Pasar yang baru tumbuh menandakan pentingnya berkompetisi.
Perusahaan harus menunjukkan semua penawaran produk dan berusaha untuk
membedakan dirinya dari para pesaing. Suatu modifikasi proses yang sering
terhadap produk adalah suatu kebijakan efektif untuk menakut – nakuti pesaing
untuk memperoleh pangsa pasar dengan mengcopy atau menawarkan produk serupa.
Penghalang yang lain adalah hak cipta dan lisensi, kompleksitas produk dan
ketersediaan komponen produk rendah.
4. Maturity
Phase (Tahap Kedewasan Produk)
Ketika pasar menjadi penuh oleh berbagai
variasi produk dasar, dan semua pesaing diwakili produk – produk alternatif,
maka tahap kedewasaan tiba. Dalam tahap ini, pertumbuhan pangsa pasar merupakan
biaya pengeluaran bisnis orang lain, disbanding pertumbuhan pasar itu sendiri.
Periode ini menjadi periode return tertinggi dari produk tersebur. Suatu
perusahaan yang telah mencapai tujuan pangsa pasarnya menikmati periode yang
paling menguntungkan, sementara suatu perusahaan yang tertinggal tujuan pangsa
pasarnya, harus menyadari positioning pemasarannya ke dalam pasar. Selama
periode ini merek baru diperkenalkan bahkan ketika mereka bersaing dengan
produk perusahaan yang sudah ada dan perubahan model menjadi lebih sering
(produk, merek, model). Ini menjadi waktu untuk mempertahankan daur hidup
produk.
5. Decline Phase (Tahap
Kemunduran Produk)
Keputusan penarikan suatu produk
sepertinya suatu tugas yang kompleks dan terdapat banyak isu untuk dipecahkan
sebelum memutuskan untuk menarik produk ke luar dari pasar itu. Dilema seperti
pemeliharaan, ketersediaan suku cadang, reaksi layanan bersaing dalam memenuhi
gap pasar adalah beberapa isu yang meningkatkan kompleksitas dari proses
pengambilan keputusan untuk menarik suatu produk dari pasar. Seringkali
perusahaan mempertahankan kebijakan harga mahal guna menangani kemerosotan
produk, yang dapat meningkatkan margin keuntungan akan tetapi pada akhirnya
menakut–nakuti "sedikit" pelanggan setia untuk membeli produk
tersebut, contoh hal seperti itu adalah ketundukan pelanggan telegraf atas
facsimile atau email.[2]
KET: Stage 1= Ekspor
Stage 2= Produksi Luan Negeri dimulai
Stage3=
persaingan luar negeri dalam pasar
Stage4=
Persaingan inpor
- Teori Keunggulan Kompetitif
Nasional Porter ( International Competitive of Nation Porter’s
Diamond)
Dalam evolusi teori perdagangan internasional, Michael
Porter dari Harvard Business School mengembangkan model baru untuk menjelaskan
keunggulan kompetitif nasional pada tahun 1990. Teori
Porter menyatakan bahwa daya saing suatu negara dalam suatu industri
bergantung pada kapasitas industri untuk berinovasi dan
meningkatkan. Teorinya berfokus pada menjelaskan mengapa beberapa negara
lebih kompetitif dalam industri tertentu. Untuk menjelaskan teorinya,
Porter mengidentifikasi empat determinan yang dia kaitkan bersama. Keempat
faktor penentu adalah (1) sumber daya dan kapabilitas pasar lokal, (2) kondisi
permintaan pasar lokal, (3) pemasok lokal dan industri pelengkap, dan (4)
karakteristik perusahaan lokal.
1. Sumber
daya dan kapabilitas pasar lokal (kondisi faktor).
Porter
mengakui nilai teori proporsi faktor, yang mempertimbangkan sumber daya suatu
negara (misalnya, sumber daya alam dan tenaga kerja yang tersedia) sebagai
faktor kunci dalam menentukan produk apa yang akan diimpor atau diekspor suatu
negara. Porter menambahkan faktor-faktor dasar ini daftar baru
faktor-faktor lanjutan, yang ia definisikan sebagai tenaga kerja terampil,
investasi dalam pendidikan, teknologi, dan infrastruktur. Dia merasakan
faktor-faktor canggih ini sebagai menyediakan negara dengan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan.
2. Kondisi
permintaan pasar lokal.
Porter
percaya bahwa pasar rumah yang canggih sangat penting untuk memastikan inovasi
yang sedang berlangsung, sehingga menciptakan keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan. Perusahaan yang pasar domestiknya canggih, trendseting, dan
menuntut kekuatan inovasi yang berkelanjutan dan pengembangan produk dan
teknologi baru.Banyak sumber memberi kredit pada konsumen AS yang menuntut
dengan memaksa perusahaan perangkat lunak AS untuk terus berinovasi, sehingga
menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan dalam produk dan layanan
perangkat lunak.
3. Pemasok
lokal dan industri pelengkap.
Agar
tetap kompetitif, perusahaan global besar mendapat manfaat dari industri yang
kuat, efisien, dan terkait untuk menyediakan input yang dibutuhkan oleh
industri. Industri tertentu mengelompok secara geografis, yang memberikan
efisiensi dan produktivitas.
4. Karakteristik
perusahaan lokal.
Karakteristik
perusahaan lokal termasuk strategi perusahaan, struktur industri, dan
persaingan industri. Strategi lokal mempengaruhi daya saing
perusahaan. Tingkat persaingan yang sehat antara perusahaan lokal akan
memacu inovasi dan daya saing.
Selain empat determinan berlian,
Porter juga mencatat bahwa pemerintah dan kesempatan memainkan peran dalam daya
saing nasional industri. Pemerintah dapat, dengan tindakan dan kebijakan
mereka, meningkatkan daya saing perusahaan dan kadang-kadang seluruh industri. Teori Porter, bersama dengan teori
modern lainnya, berbasis perusahaan, menawarkan interpretasi yang menarik
tentang tren perdagangan internasional. Namun demikian, mereka tetap teori
yang relatif baru dan teruji secara minimal.
Model ‘Diamond’ dikembangkan oleh Porter
dengan menganalisa data statistik industri di 10 negara, Denmark, Italy,
Jepang, Singapura, Korea Selatan, Swedia, Swiss, Inggris, Amerika Serikat dan
Jerman. Dari masing–masing negara Porter mengelompokkan analisa industri dalam
16 kelompok. Dalam perspectif Porter, faktor penentu dari ‘Internationally
competitiveness’ adalah interaksi dari empat faktor spesifik (country–specifis
determinants) dan dua faktor eksternal, bauran ‘diamond’ domestic
merupakan sumber competitive advantage bagi suatu perusahaan (Porter, 1990). Ke
empat faktor spesifik adalah :
1. Factor Conditions :
Kuantitas,
skill dan biaya tenaga kerja,
ketersediaan, kualitas, aksesibilitas sumber daya alam suatu negara, ketersediaan sumber
daya pengetahuan (knowledge resource), jumlah dan biaya dari sumber capital
(modal) dalam struktur industry keuangan suatu negara, ketersediaan dan
kualitas infrastruktur fisik suatu negara.
2.
Demand Conditions :
komposisi dari
permintaan dalam suatu pasar, (2) ukuran dan pertumbuhan pasar.
3. Related
and supporting industries :
(1) keberadaan dan kualitas industry
penunjang, (2) hubungan antar industri lokal dalam koordinasi dan pembagian
aktivitas dalam rantai nilai (value chain).
4. Firm
strategy, structure and rivalry :
(1) metode bagaimana suatu perusahaan di
manage, (2) tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan, (3) jumlah
perusahaan pesaing dalam suatu industri lokal, (4) peta persaingan lokal.
Dua faktor eksternal yang juga ikut
memberikan kontribusi dalam penciptaan nation competitiveness, namun
tidak langsung adalah :
1. Peluang (chance) yang
bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
penemuan baru, (2) peluang yang
disebabkan oleh keputusan politik negara lain, (3) perang, (4) perubahan yang
signifikan dalam industri keuanngan dan nilai tukar.
2. Faktor
Pemerintah dalam penciptaan situasi ‘competitiveness’ dalam suatu negara,
misalnya dengan :
pemberian subsidi, (2) intervensi melalu
pasar uang (capital market), (3) pemberlakuan standarisasi produk dan
regulasi industri, (4) instrumen peraturan pajak, (5) peraturan anti monopoli.
Hubungan antar ke semua faktor lokal
dalam penciptaan competitiveness bisa kita lihat dalam kerangka Porter’s
Diamond. Seperti kita lihat dalam bagan di samping, bahwa hubungan antar
masing–masing faktor saling mempengaruhi dan saling interaksi dan ditambah
dengan dua faktor eksternal yang juga ikut memberikan kontribusi dalam
penciptaan ‘competitiveness’.
Setelah itu Porter juga mengembangkan
peralatan untuk memahami ‘national competitive development’ yang
mengikuti alur : factor driven, investment driven, innovation
driven dan wealth driven (Porter, 1990. p. 546).
Dalam factor driven, penggerak
dari ‘competitiveness’ adalah dari factor endowment suatu negara
seperti, sumber daya alam, tenaga kerja yang murah dan biasanya dalam fase ini
industry berkompetisi melalui instrumen harga (Hodgetts, 1993). Dalam tahap ‘investment
– driven’, perusahaan sudah mulai menginvestasikan dalam peralatan dan
teknologi modern, fasilitas yang menunjang efisiensi perusahaan dan perusahaan
sudah mulai melakukan modifikasi dan merubah sebagai sumber ‘competitiveness’.
Pada tahap, ‘innovation – driven’
perusahan tidak hanya membeli teknologi dan metode dari perusahaan lain, namun
mulai melakukan aktivitas inovasi dengan dukungan dari industri terkait. Dan
yang terakhir tahapan ‘wealth – driven’, dimana perusahaan mulai
kehilangan ‘competitive advantage’ dan ditandai dengan menurunnya
motivasi dalam berinvestasi.
Dalam pandangan Porter, Singapura adalah
‘factor – driven’, Korea Selatan ‘investment – driven’, Jepang ‘innovation
driven’, Jerman dan Amerika Serikat antara ‘innovation dan wealth
– driven’ dan Inggris ‘wealth – driven’. Namun, ketika kita
menggunakan kerangka Porter’s Diamond untuk menganalisa dan melihat pengaruh
dari globalisasi dan fenomena MNCs (Multinational Companies).
- Hyper Competitive
Proses liberalisasi perdagangan dunia,
baik secara ragional maupun internasional yang berlangsung hingga saat ini,
telah menyebabkan persaingan global yang semakin ketat, bahkan menuju kepada
“hyper competitive”. Hal ini dibuktikan, antara lain oleh adanya persaingan dan
ancaman dari Korea, Taiwan. Singapura, dan lainnya. Persaingan dan ancaman
tersebut dihadapi oleh industri elektronik dan otomotif Jepang, AS dan Eropa
yang selama ini menguasai pasar dunia.
Selain itu, persaingan yang sangat ketat
juga terjadi di antara sesama negara yang sedang berkembang (NSB), khususnya
untuk produk-produk industri ringan, seperti tekstil dan produk tekstil (TPT),
sepatu, agro industri, dan lain-lain.
Kondisi persaingan global yang “hyper
competitive” tersebut memaksa setiap negara/perusahaan untuk
memikirkan/menemukan suatu strategi yang tepat. Strategi yang tepat tersebut
berupa perencanaan dan kegiatan operasional terpadu yang mengkaitkan lingkungan
eksternal dan internal, sehingga dapat mencapai tujuan jangka pendek dan jangka
panjang dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan
“sustainable” real income secara efektif dan efisien. Strataegi ini dikenal
atau disebut sebagai “Sustainable Competitive Advantage” atau SCA, yaitu
“keunggulan daya saing berkelanjutan” (terus-menerus). Akan tetapi, menurut
Richard D’Aveni (1994), pada situasi “hyper competitive”, tidak ada lagi
perusahaan/negara yang dapat memiliki “keunggulan daya saing berkelanjutan”
atau SCA.
Sehubungan dengan pendapat Richard
D’Aveni ini, perlu dikemukakan beberapa catatan (H. Hady, 1996) sebagai
berikut.
1.
Pada situasi “hyper
competitive”, keunggulan daya saing suatu perusahaan/negara tetap didasarkan
kepada keunggulan kompetitif dinamis, walaupun dengan periode/jangka waktu yang
relatif pendek.
2. Pengertian
SCA atau keunggulan daya saing berkelanjutan harus diartikan sebagai keunggulan
yang diperoleh larena invention dan innovation secara terus-menerus, sehingga
tetap unggul dari pesaing.
3. Invention
dan innovation diperoleh dari hasil research & development, baik yang
bersifat scientific maupun applied.
4.
“Sustainable
competitive advantage” ini relatif lebih tepat dan paling menguntungkan untuk
dilakukan dalam sektor agro industri karena sumber atau resource base-nya dapat
diperbaharui atau renewable.
Dengan demikian, selama suatu negara
masih memiliki sustainable competitive advantage, maka negara tersebut akan
dapat terus mengekspor produknya, dan tentunya akan lebih baik untuk mengimpor
produk lainnya.
- Teori Rivalitas Strategis
Global (Competitive Liberalization regional integration)
Teori persaingan strategis global muncul pada 1980-an dan
didasarkan pada karya ekonom Paul Krugman dan Kelvin Lancaster. Teori
mereka berfokus pada perusahaan multinasional dan upaya mereka untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif terhadap perusahaan global lainnya dalam
industri mereka. Perusahaan akan menghadapi persaingan global dalam
industri mereka dan untuk mencapai kemakmuran, mereka harus mengembangkan
keunggulan kompetitif. Cara-cara kritis bahwa perusahaan dapat memperoleh
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan disebut hambatan masuk untuk industri
itu. Hambatan masuk lihat hambatan yang mungkin dihadapi perusahaan
baru ketika mencoba memasuki industri atau pasar baru. Hambatan untuk
memasuki perusahaan yang mungkin berusaha untuk mengoptimalkan meliputi:
1.
penelitian dan Pengembangan,
2.
kepemilikan hak kekayaan intelektual,
3.
skala ekonomi,
4.
proses atau metode bisnis yang unik serta pengalaman yang
luas dalam industri, dan
5.
kontrol sumber daya atau akses yang menguntungkan ke bahan
baku.
Keinginan masing-masing negara untuk
dapat bekerja secara produktif, efisien, dan efektif agar dapat bersing di
pasar global pada dekade terakhir ini, telah mendorong terjadinya “competitive
liberalization” terutama di kawasan Asia Pasifik, khususnya di bidang
perdagangan dan investasi.
“Competitive Liberalization” atau
“persaingan liberalisasi” ini dilakukan karena masing-masing negara berusaha
untuk membuat situasi dan kondisi ekonominya menjadi menarik/favorable bagi
investor/penanam modal uang asing (H. Hady, 1996).[3]
Persaingan liberalisasi yang dilakukan
oleh masing-masing negara yang didasarkan kepada comparative advantage dinamis
dan atau competitive advantage menurut diagram “diamond” Porter’s akan
menyebabkan suatu negara dapat mengekspor atau lebih baik mengimpor produk
tertentu. Sebaliknya, negara lain lebih baik mengimpor dan mengekspor produk
tertentu, sehingga akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan
bagi masing-masing negara.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan teori perdagangan internasional terbilang cukup
bertahap. Diantara kehadiran teori modern, terdapat beberapa teori alternative
yang dapat digunakan untuk menjelaskan tentang perdagangan internasional.
Beberapa teori alternative (current theory) perdagangan internasional
antara lain:
- International Product Life
Cycle (IPLC)
Theory
- Competitive Advantage of Nation
- Hyper Competitive
- Competitive Liberalization
Dalam penggunaannya, beberapa teori sering digunakan dalam
menjelaskan tentang perdagangan internasional, sementara yang lain jarang
digunakan karena beberapa kekurangannya.
[2] Mardani, Ekonomi Internasional Sejarah,
Teori, Konsep, dan Permasalahanan dalam Aplikasinya. Graha Ilmu: Yogyakarta, Hlm. 34
DAFTAR PUSTAKA
Nopirin,
Ekonomi
Internasional, Bagian
Penerbit Fakultas Ekonomi: Yogyakarta,
1996
Firmanzah, Ekonomi Internasional, Graha Pustaka: Yogyakarta, 2002
Mardani, Ekonomi Internasional Sejarah, Teori, Konsep, dan
Permasalahanan dalam Aplikasinya. Graha Ilmu: Yogyakarta, 1999